Siapa tak kenal Imam Syafi’i? Bapak ushul fiqih ini tak hanya tenar
karena kepakarannya di bidang hukum Islam. Sejumlah ulama menilai, Imam
Syafi’i juga layak dianggap pelopor disiplin keislaman lainnya, seperti
ilmu tafsir dan musthalah hadits.
Terlahir dengan nama Muhammad
ibn Idris, Imam Syafi’i tumbuh sebagai pribadi yang cerdas dan kritis.
Memang ia sangat memuliakan dan mengagumi guru-gurunya. Namun, proses
pencarian kebenaran yang gigih membawanya ke panggung ijtihad yang
mandiri. Imam Syafi’i sukses membangun mazhabnya sendiri, terutama
fiqih.
Tak pelak, Imam Syaf’i pun berbeda pandangan dengan para
pendiri mazhab fiqih lain, baik gurunya sendiri, Imam Malik;
pendahulunya, Imam Hanafi; ataupun muridnya, Imam Hambali.
Soal
qunut misalnya. Imam Hanafi dan Imam Hambali tegas bahwa qunut tak
sunnah pada sembahyang shubuh, kecuali pada sembahyang witir. “Dalam
sembahyang shubuh, Nabi melaksanakan qunut hanya selama satu bulan.
Setelah itu tidak,” dalihnya.
Imam Syafi’i menolak pendapat ini.
Dengan dalil yang tak kalah kuat, ia meyakini qunut shubuh juga
berstatus sunnah. Sebagai ulama yang konsekuen, Imam Syafi’i tak putus
membaca qunut shubuh sepanjang hidupnya. Selalu. Kecuali pada suatu hari
yang aneh.
Ya, saat itu Imam Syafi’i meninggalkan qunut shubuh.
Perilaku ganjil yang sepintas tampak mengkhianati buah pikirannya
sendiri ini terjadi di Baghdad, Iraq. Persisnya, di dekat sebuah makam.
Mengapa?
Ternyata
Imam Syafi’i sedang menaruh hormat yang tinggi kepada ilmu dan jerih
payah pemikiran ulama lain, kendatipun berseberangan dengan pahamnya.
Karena di tanah makam di sekitar tempat ia sembahyang itu telah
bersemayam jasad mujtahid agung, Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit alias
Imam Hanafi.
sumber : www.nu.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar